Proyeksi Layar HP Ke PC dan Laptop : Screen Mirroring Menggunakan Vysor

Dwi Kustari, S.Sos. BBPMP Provinsi Jawa Tengah   Pengantar Saat melakukan presentasi tentang sebuah aplikasi, terkadang kita dituntut untuk menunjukkan...
Read More

Laporan ULT Bulan Maret 2022

Laporan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Bulan Maret 2022 ULT LPMP Provinsi Jawa Tengah   Jumlah Pengunjung ULT LPMP Provinsi Jawa...
Read More

Release Update ARKAS V 3.3

Pada Tanggal 21 April 2022 Aplikasi arkas update Release Update ARKAS V 3.3. Berikut adalah listperbaikannya: 1. Penyesuaian tarif PPn...
Read More

Bimtek Platform Merdeka Belajar dan IKM bagi Pengawas Angkatan I

Semarang-LPMP Jateng.  Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Tengah melaksanakan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar dan Implementasi Kurikulum Merdeka...
Read More

Seonggok Jagung dan Pendidikan Kita

Pendidikan merupakan investasi masa depan. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) di pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa, “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan”. Dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasioanal adalah untuk mewujudkan manusia Indonesia yang religius, berjiwa Pancasila, berbudaya Indonesia, berkepribadian bangsa Indonesia dan kekinian (up to date).

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut maka dalam mendidik diperlukan langkah-langkah yang tepat guna. Tepat dalam arti sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan selaras dengan perkembangan dan kemajuan alam dan zaman. Berguna dalam arti memudahkan dan melancarkan terwujudnya tujuan pendidikan nasional dan cita-cita bangsa.

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara cara yang tepat guna ialah menjadikan sekolah tidak hanya semata-mata tempat mendidik siswa dengan cara biasa, melainkan di dalam proses pembelajaran itu dicobakan sebagai sebuah ekosistem masyarakat. Di dalam ekosistem itulah nilai-nilai kebudayaan Indonesia diintegrasikan secara aktif kreatif. Bila memungkinkan siswa diajak untuk terjun dalam lingkungan masyarakat sekitarnya. Sehingga pembelajaran yang dilakukan mendekati bentuk nyata dalam kehidupan di masyarakat.

Saat ini pembelajaran yang dilakukan masih cenderung terpusat di dalam kelas dengan materi yang menumpuk. Hal inilah yang membuat siswa menjadi terasing dengan masyarakat dan lingkungannya.  Model pembelajaran yang tidak didasarkan pada realitas inilah yang pernah dikritik Rendra melalui sajaknya yang berjudul  “Sajak Seonggok Jagung”. “Seonggok jagung di kamar/ dan seorang pemuda tamat SLA/ tak ada uang, tak bisa jadi mahasiswa/ hanya ada seonggok jagung di kamarnya/ ia memandang jagung itu/ dan ia melihat dirinya terlunta-lunta/…../ aku bertanya: apakah gunanya pendidikan/ bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya?”.

Untuk merealisasikan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sudah saatnya kita gali kembali falsafah pendidikan yang pernah dilontarkan Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan harus dijiwai oleh: (1) sistem among; (2) asas kekeluargaan dan kegotongroyongan; (3) asas keparipurnaan; (4) asas Tri-pusat; (5) asas Tri-kon. Asas among sebagai dasar sikap laku pamong. Dalam sikap laku among ini, seorang guru diwajibkan supaya mengingati dan mementingkan kodrat-iradat anak didik dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya. Oleh karena itu, segala perintah, paksaan dan hukuman harus diganti dengan aturan “memberi tuntunan dan menyokong anak didik bertumbuh dan berkembang sesuai kodrat-iradatnya sendiri, melenyapkan segala yang merintangi pertumbuhan dan perkembangan sendiri itu, serta mendekatkan anak didik kepada alam dan masyarakat”.

Asas kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai jiwa yang mewarnai suasana pendidikan. Sebagaimana dalam suasana keluarga yang penuh kelembutan, keharmonisan dan saling tolong, begitu pulalah seharusnya suasana pendidikan yang terasa. Sekolah ibarat sebuah ekosistem yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling membutuhkan. Itulah mengapa seorang guru perempuan pada suatu sekolah disebut “Ibu” dan yang guru laki-laki disebut “Bapak”. Harapannya dengan sebutan “Bapak” dan “Ibu” suasana kekeluargaan akan terasa sehingga kedekatan psikologis akan memudahkan proses belajar mengajar.

Asas keparipurnaan sebagai landasan perkembangan kepribadian anak didik. Melalui asas inilah diharapkan peserta didik mampu menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Mandiri dalam arti mampu berdisiplin pada diri sendiri, memajukan diri, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, dan tidak tergantung pada orang lain.

Asas Tri-pusat sebagai  asas pengintegrasian tiga lingkungan pendidikan anak. Asas Tri pusat meliputi keluarga, perguruan, dan organisasi masyarakat (lingkungan). Dalam mewujudkan cita-cita nasional, ketiga alam itu mesti saling mendukung. Alam keluarga yang merupakan alam didikan pertama dan utama bagi seorang anak mesti memberikan pola asuh yang baik melalui budi pekerti dan laku sosial. Perguruan (sekolah) sebagai keluarga besar dari si anak juga mesti memberikan pendidikan dan pengajaran berkenaan dengan keilmuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial yang baik. Begitu pula dengan organisasi masyarakat (lingkungan) mesti memberikan suasana kondusif untuk perkembangan si anak  agar mampu menjawab tantangan di masa depan.

Asas Tri-kon (kontinu, konsentris, konvergen) sebagai dasar sikap laku di dalam membina kepribadian dan cara hidup, baik sebagai individu maupun sebagai masayarakat. Tidak bisa bila dalam menanamkan nilai-nilai yang baik dilakukan hanya sporadis kemudian lenyap (dalam ungkapan jawa disebut obor-obor blarak). Mendidik adalah pekerjaan yang mesti dilakukan terus-menerus (kontinu), mempunyai pusat atau langkah-langkah yang sama (konsentris), dan menuju pada satu tujuan yang sama pula (konvergen).

Lima asas yang digagas oleh Ki Hajar inilah yang selayaknya mesti kita gali lebih dalam untuk direalisasikan di ranah pendidikan kita saat ini. Lima asas yang lama terpendam dan belum maksimal dijalankan dalam proses pendidikan mutakhir. Bila lima asas ini mampu diterapkan secara maksimal, kita patut berharap dunia pendidikan Indonesia akan tercerahkan dan tujuan pendidikan nasional mampu diwujudkan.

*) Oleh Tri Winarno, Guru SMK Negeri 2 Klaten

Kepustakaan

Madjelis Luhur Taman Siswa. 1956. Peringatan 30 Tahun Taman Siswa. Yogyakarta: Percetakan Taman Siswa.

Ilustrasi diambil dari http://detak-unsyiah.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

iklan