Proyeksi Layar HP Ke PC dan Laptop : Screen Mirroring Menggunakan Vysor

Dwi Kustari, S.Sos. BBPMP Provinsi Jawa Tengah   Pengantar Saat melakukan presentasi tentang sebuah aplikasi, terkadang kita dituntut untuk menunjukkan...
Read More

Laporan ULT Bulan Maret 2022

Laporan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Bulan Maret 2022 ULT LPMP Provinsi Jawa Tengah   Jumlah Pengunjung ULT LPMP Provinsi Jawa...
Read More

Release Update ARKAS V 3.3

Pada Tanggal 21 April 2022 Aplikasi arkas update Release Update ARKAS V 3.3. Berikut adalah listperbaikannya: 1. Penyesuaian tarif PPn...
Read More

Bimtek Platform Merdeka Belajar dan IKM bagi Pengawas Angkatan I

Semarang-LPMP Jateng.  Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Tengah melaksanakan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar dan Implementasi Kurikulum Merdeka...
Read More

Potret Kota dalam Puisi

Ada satu hasrat yang muncul ketika melakukan perjalanan mengajar dari satu kota ke kota lainnya. Hasrat itu adalah memotret kota yang saya singgahi dengan puisi. Jika biasanya sekadar catatan dalam agenda, kini ingin saya ungkapkan melalui baris-baris puisi. Saya pun mulai mempunyai keasyikan baru saat malam sendiri di kamar hotel. Ya, menulis puisi tentang kota yang saya singgahi di Jawa Tengah. Suatu saat akan saya terbitkan buku antologi puisi kota singgah. Pada tulisan ini akan saya sajikan beberapa potret kota dalam puisi saat menjalankan tugas mengajar.

Minat menulis puisi kembali muncul ketika saya dan teman-teman widyaiswara mengajar di Jepara. Sore hari, 6 Mei 2017 usai mengajar, kami menuju ke Pantai Bandengan. Indah panorama senja saat itu. “Ayo, Pak Met, tulis puisi. Nanti beri judul Senja di Pantai Bandengan: buat Sri Hartati,” tantang teman saya saat itu. “Wah, sudah lama tidak menulis puisi,” begitu kilahku saat itu. Setelah dari pantai, kami kembali ke hotel hanya untuk mandi dan solat. Malam hari kami keluar bersama lagi untuk makan malam bersama di Pujasera Shopping Centre Jepara (SCJ).

Sekembali di Hotel Kalingga, saat sendirian di kamar, terngiang tantangan teman sore tadi. Segera kuambil laptop dan kutulis puisi. Tentunya sebagai karya puisi, saya bebas memberi bumbu tambahan. Puisi itu tidak lagi menjadi potret realita. Jadilah puisi potret Kota Jepara sebagai berikut.

 

Senja di Pantai Jepara

 

Melepas penat sehari kerja

Sepakat kita menuju Bandengan

Susuri pantai pasir putih di ujung senja

Menanti mentari rebah di batas cakrawala

 

Ketika pohon, gubug, dan perahu menjadi bayang

Karena gelap malam mulai datang menjelang

Kau merajuk mengajak pulang

Sebab lapar sudah mengundang

 

Pujasera esceje destinasi makan malam kita

Kau pesan aneka kerang dan tiram bersambalado

Kucoba horog-horog dalam semangkuk bakso

Minumnya adon-adon coro

 

Sembari menikmati sajian tradisi kita diskusi tentang tiga putri:

Shima, sang ratu penegak kejujuran dan keadilan dari Kalingga

Kalinyamat, sang wanita luka berlaku topo wudo sinjang rikma

Kartini, sang puteri pahlawan emansipasi pengharum bangsa

 

Ketika jarum jam terus merambat perlahan

Sebelum kantuk datang menyerang

Ke Semarang kita pulang, sayang

Turut serta kenangan tak terlupakan.

 

Kalingga, 6 Mei 2017

 

Kegairahan menulis puisi kembali mendapat ruang ketika saya bertugas di Temanggung. Saat itu saya mengajar para calon kepala sekolah. Mengisi waktu malam menjelang tidur di hotel. Kembali kutulis puisi tentang Temanggung dengan ciri khasnya. Kota sejuk di lembah Gunung Sindoro dan Sumbing. Selain daerah penghasil tembakau, juga terkenal dengan kopi dari Candiroto.

Saya mengandaikan berkendara motor, berboncengan. Berhenti sejenak di Sigandul menikmati kebebasan sejauh mata memandang. Maka terciptalah puisi berikut ini.

 

Bersaujana di Temanggung

    

Memasuki kotamu

Ada dingin yang menyergap

Saat embun bagai asap

Turun menyambut pagi itu

 

Sejenak berhenti di Sigandul

Menikmati panorama saujana

Saat itu aku merasa sebagai si Sumbing

Dan kau adalah Sindoro

 

Kau tawarkan secangkir kopi Candiroto

Sambil kunikmati sebatang Djeruk

Kepul uap kopi menyatu dengan kebul rokok

Dalam dekap hangat kita pagi itu

 

Indraloka, 24 Mei 2017

 

Pada kesempatan mengajar calon kepala sekolah, saat malam sendiri di kamar, saya teringat seorang sahabat di Kebumen. Sudah bertahun lamanya kami tidak pernah bertemu. Saat berada di kotanya, kutuliskan baris-baris puisi berikut ini.

 

Melacak Jejak di Kebumen

    

Selalu ada kamu di tugu walet itu

Bagiku walet itu adalah kamu

Terbang bebas melintas batas

Tetap pulang bersarang di Karangbolong

 

Masih ada sisa senyummu di taman Candisari

Saat dulu kita duduk berdua bersemuka

Berbagi cerita tentang kerja dan mimpi kita

Berteman suara gangsir yang terus mendesir

 

Mengenang plesir pantai senja musim lalu

Melacak jejak nostalgi yang dulu pernah kita bentuk

Lewat ombak yang setia mencumbu Pantai Suwuk

Kutitipkan puisi rindu ini untukmu

 

Candisari, 6 Juni 2017

 

Kegairahan menulis puisi muncul juga saat saya bertugas di Brebes. Saat itu bulan puasa. Saya melakukan pendampingan calon kepala sekolah dalam kegiatan on the job learning. Perjalanan selama bertugas ke Brebes berhasil saya tuangkan dalam puisi berikut ini.

 

Bertugas di Brebes

 

Di peron sunyi stasiun kecil ini

Kunanti Krakatau datang menjemput

Kuda besi pun tepati janji

Mengantarku menemuimu Bumiayu

 

Kota santri sore hari

Pemuda berpeci dan gadis berkerudung

Ngabuburit di sepanjang jalan

Menunggu saat adzan maghrib tiba

 

Bergegas bersama fajar pagi

Kususuri jalan berliku menuju Salem

Berbaris pohon pinus di hutan Bantarkawung

Tubuhnya penuh luka melelehkan gandarukem

 

Lembah Salem sajikan sawah subur

Berundak-undak berlapis bukit

Padi dan brambang tumbuh berdamping

Aroma cengkih dan kapulaga kering di jalanan

 

Rumah padat di kampung berhimpit

Ramah warganya sunda bahasanya

Desa tenang berhawa sejuk

Mengundangku datang bulan depan.

 

Salsa Delila, 8 Juni 2017

 

Ketika berkesempatan tugas di Magelang, menginap di Hotel Sriti, saya mulai menyukai menulis puisi kota singgah. Puisi itu memuat keindahan alamnya, keunikan kulinernya, dan kearifan lokalnya. Sebagai pemanisnya, kutambah bumbu romantika sebagai kesan saya terhadap kota itu. Inilah puisi saya tentang Kota Magelang.

 

Sejuta Bunga di Magelang

 

Sejuta bunga terhampar di berbagai sudut kota

Barisan pepohon berjajar sepanjang jalan

Kecil indah bersih nyaman kotanya

Adipura kencana tlah diraihnya

 

Masjid, klenteng, dan gereja

Berdampingan di seputar alun-alun

Pecinan dan kauman bersebelahan

Di sini toleransi amat terjaga

 

Berjantung alun-alun praja

Berurat nadi kali progo

Berparu-paru hutan kota

Berpayung bukit tidar

 

Menyinggahi kawasan jendralan

Kunikmati kuliner khas mereka

Menyantap tahu kupat siang hari

Malamnya bakmi jawa dan segelas kopi

 

Magelang

Aku pasti kembali datang

Ada kenangan yang ingin kuulang

Di sudut jalan Daha.

 

Sriti, 15 Juni 2017

 

Salah satu puisi yang saya suka adalah potret tentang Kota Kudus. Sebenarnya puisi ini merupakan kesan saya terhadap beberapa kali kunjungan saya di kota itu. Kuramu dan kupadu menjadi baris-baris puisi berikut ini.

 

Sepotong Rindu untuk Kudus

    

Kupacu kuda merahku

Kubawa sepotong rindu

Tersimpan di saku baju

Terbingkis hanya untukmu

 

Di bawah deretan Trembesi

Sejenak aku berhenti

Mengenang jejak nostalgi

Bulan Mei pagi hari

 

Memasuki kotamu malam hari

Ramai orang berdiri sambil berfoto diri

Di seputar gerbang daun tembakau besi

Bermandi cahaya berganti-ganti

 

Kusempatkan wisata religi

Kubasuh muka hingga kaki

Berserah diri pada Ilahi

Di masjid menara makam wali

 

Dari balik jendela kamarku

Kau muncul dari rimbun tebu

Mengajakku sarapan lentog Tanjung

Kau sajikan minuman hangat susu Muria

Kita belah duren Piji di pinggir trotoar

Tak cukup itu kau manjakan lidahku

Kau suguhkan garang asem dan soto kerbau

Masih juga kau bawai jenang dan roti seruni

Serta lima bungkus kretek produk lokal kegemaranku

 

Setiap berada di kotamu

Selalu muncul rasa itu:

Habiskan sisa hidupku bersamamu.

 

Salam Asri, 19 Juni 2017

 

Pernah suatu ketika saya mengajak isteri dan Sinta, anak saya, dalam menjalankan tugas pendampingan calon kepala sekolah di Kota Tegal. Kami bersama naik kereta api Kaligung dari Semarang ke Tegal. Kami sempat berwisata ke Pantai Alam Indah. Pada kegiatan pendampingan berikutnya, sendiri saya kembali ke Tegal. Kenangan selama bertugas ke Tegal itu kemudian saya tulis menjadi puisi di bawah ini.

 

Terkenang Tegal Laka-Laka

     

Kaligung kembali membawaku ke negeri poci

Menyusuri rel besi siang hari

Sendiri kuputar kenangan musim lalu

Ada kamu di hadapanku

 

Di sini, di kota ini

Ada jejak kita terukir di Pantai Alam Indah

Sembunyi di antara batu dan pasir hitam

Masih kudengar tawamu melihat

Gadis kecil menangis dikejar ombak

Jatuh tersungkur di pasir lembut

Sejenak lalu tangisnya berganti gelak riang

 

 

Ada tangan mungil

Menjumput ikan kecil

Yang terkapar di pasir

Kutuntun gadis kecilku

Melepaskannya ke laut lepas

Pulang … Pulanglah ikan

Ke rumahmu yang luas

Tumbuh … besarlah di samudra

Kembalilah datang kelak di meja makan

Menemani santap siangku

 

Peluit menjerit kereta melambat

Sampai juga aku di kota laka-laka

Senyum ramah sahabat menyambut

Sambil berucap: Selamat datang kembali di Kota Tegal

                                                                                                               

Stasiun Kota Tegal, 8 Juli 2017

 

Mengasyikkan juga menulis puisi tentang berbagai kota di Jawa Tengah. Beberapa kota yang terpotret dalam puisi di atas saya pilih secara acak. Kesemuanya hasil potret semasa menjalankan tugas mengajar sebagai widyaiswara. Masih ada beberapa puisi kota singgah yang tersimpan. Kelak akan saya terbitkan dalam buku antologi puisi kota singgah bila jumlahnya sudah memadai.

*) Slamet Tri Hartanto, Widyaiswara dan Pemimpin Redaksi Laman LPMP Jawa Tengah

 

4 thoughts on “Potret Kota dalam Puisi

  • January 14, 2019 at 6:01 am
    Permalink

    Makasih Mas Dedy yang telah mengunggah tulisan saya.

    Reply
  • July 5, 2019 at 1:14 am
    Permalink

    Inspiratif
    Bolehkah kami belajar ke Bapak agar bisa menulis puisi?

    Reply
  • July 28, 2019 at 10:02 am
    Permalink

    Dari jemari telunjukmu tertata huruf menjadi kata, menjadi barisan kalimat puisi
    Menerjang Sukma membentang angkasa
    Membuat orang menanti indahnya kata
    Terus dan terus berbuatlah

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

iklan