Peran Sekolah Dalam Menyediakan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Yang Aman

Beberapa waktu yang lalu, para orang tua kembali terhenyak dengan berita duka yaitu dua anak berusia 5 (lima) tahun di Pekalongan, Jawa Tengah, menjadi korban keracunan yang diduga usai mengonsumsi cokelat kemasan merk tertentu. Salah satu korban bernama Jesika Putri (5) meninggal dunia saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Bendan, Pekalongan. Sementara bocah lainnya, Nur Syafia Rahma (5), masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Budi Rahayu, Kota Pekalongan. (TribunJateng.com, 26 April 2019)
Ini hanya salah satu dari banyak kejadian serupa yang terjadi pada anak yang belum bisa memilih makanan yang aman. Kejadian tersebut mengingatkan kembali kita semua mengenai pentingnya peran sekolah dalam menyediakan kantin sehat. Sekolah harus menyadari bahwa salah satu aspek penting dalam komponen sekolah adalah tersedianya kantin sekolah yang sehat. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (Bab VII, Pasal 42 Ayat 2).
Pada anak sekolah sarapan tetap menjadi prioritas dalam asupan gizi anak sekolah. Jika anak sekolah belum tercukupi kebutuhan gizi dari sarapan, maka Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut. PJAS umumnya merupakan pangan jajanan yang ditemukan di lingkungan sekolah dan menjadi konsumsi harian anak sekolah, seperti es sirup aneka warna, cilok dan sosis goreng, dan jajanan lain yang biasa kita lihat menjadi santapan anak-anak ketika jam istirahat dan pulang sekolah. Namun sayangnya, keamanan PJAS ini masih rendah dan masih menjadi permasalahan penting. Berdasarkan data BPPOM di tahun 2012 tentang PJAS, masih ada 24 persen jajanan yang tidak memenuhi syarat. Sementara persyaratan keamanan pangan harus diutamakan sebelum persyaratan lainnya, karena jika pangan tidak aman untuk dikonsumsi, kandungan gizi dan mutu tinggi menjadi tidak bernilai.
Kegemaran anak-anak akan hal yang manis, gurih, asam dan sebagainya, kadang dimanfaatkan oleh produsen makanan untuk menarik konsumen terutama anak-anak. Kadangkala produk yang ditawarkan bukan menyehatkan malah berbahaya bagi kesehatan, misalnya terlalu tingginya kadar lemak, kadar garam, kadar gula, kadar asam atau berbagai bahan makanan tambahan sintetis seperti bahan pewarna, bahan penyedap (natrium glutamat, misalnya), bahan pengawet, bahan pemanis sintetis dan sebagainya. Hal yang lebih buruk lagi dalam produk makanan yang ditawarkan tidak mengandung gizi yang cukup, terutama bagi anak-anak. Jika iklan-iklan di televisi, radio, mass media atau plakat-plakat tidak diseleksi, terutama oleh orang tua dan para pendidik, akan mudah sekali membentuk kebiasaan makan yang tidak menyehatkan.
Lingkungan sekolah dapat membentuk kebiasaan makan bagi anak-anak. Untuk anak Taman Kanak-Kanak, biasanya mereka membawa bekal dari rumah kemudian makan bersama di kelas. Dalam hal ini kebiasaan dari rumah yang di bawanya. Akan tetapi jika pulang sekolah, biasanya di luar sudah menunggu para penjual makanan yang menawarkan jajanannya. Bagi anak sekolah dasar lebih sukar lagi, karena mereka sudah tidak diawasi lagi oleh orang tua, oleh karenanya peranan guru dan kebijakan sekolah sangat berarti.
Peran guru tidak terlepas dari kebijakan kepala sekolah. Kepala sekolah harus memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan manajemen pemenuhan gizi seimbang anak sekolah. Kepala sekolah perlu membentuk Tim Keamanan Pangan (TKP) Sekolah untuk memastikan kantin sekolah dalam penyediaan PJAS. Tim tersebut melibatkan Pengawas sekolah, Kepala sekolah, komite sekolah, guru, orang tua, siswa, pengelola kantin dan/atau penjaja.
Peran TKP diantaranya : 1) Melakukan pendataan penjaja PJAS mengenai nama pedagang, pemberian nomor; 2) Menyeleksi PJAS yang dijual harus memenuhi persyaratan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); 3) Mensosialisasikan Keamanan Pangan bagi komunitas sekolah; 4) Memastikan pengelola kantin menggunakan peralatan pengolah atau penyajian pangan yang baik dan bersih, dan 5) Memantau penerapan cara penanganan, pengolahan dan penyajian pangan yang baik di kantin sekolah. Dalam menjalankan perannya, TKP tersebut harus saling berkomunikasi, berkoordinasi, bekerja sama, dan berkomitmen dalam merencanakan serta mengimplementasikan pengawasan dan penjaminan keamanan pangan di sekolah karena keamanan pangan jajanan anak sekolah adalah tanggung jawab bersama.
Dengan demikian, peran sekolah melalui TKP untuk menjaga keamanan pangan khususnya di lingkungan sekolah, yang bertujuan agar terbentuk perubahan perilaku siswa, orang tua siswa, guru, pedagang pangan, dan pengelola kantin khususnya dan konsumen pada umumnya menjadi lebih baik terhadap keamanan pangan. Sehingga dapat tercipta kemandirian komunitas sekolah dalam penyediaan PJAS yang aman, bermutu dan bergizi, yang pada akhirnya anak-anak kita dapat tumbuh kembang dengan baik, bisa belajar dengan baik dan terjaga kesehatannya.
*) Suprapti, S.KM, M.Pd, Seksi Pemetaan Mutu Pendidikan LPMP Jawa Tengah