MEMBUDAYAKAN LITERASI DALAM KELUARGA
Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam rangka menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan wawasan. Dengan membaca, setiap orang tentunya memiliki kesempatan untuk mengembangkan pola pikirnya, baik dalam menuangkan gagasan/ide baru maupun memberikan solusi pemecahan masalah secara tepat.
Budaya membaca memang sudah ada sejak dahulu, namun di era saat ini budaya membaca lebih dikenal dengan sebutan ‘Budaya Literasi’. Pada umumnya budaya literasi berkembang mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas. Di negara maju, budaya literasi dinilai sudah sangat tinggi. Bahkan budaya literasi sudah menjadi ‘nutrisi’ bagi setiap individu.
Berdasarkan hasil survei Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO, 2016). Negara Finlandia menduduki peringkat pertama dunia dengan tingkat literasi paling tinggi. Sedangkan Indonesia hanya peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Hal ini disebabkan karena minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001%. Artinya bahwa pada setiap 1.000 orang, hanya ada 1 orang yang mempunyai minat baca. Masyarakat di Indonesia rata-rata membaca 0 sampai 1 buku per tahun.
Fenomena inilah yang perlu segera direvitalisasi oleh pemerintah Indonesia agar masyarakat dapat memiliki minat baca yang tinggi. Menyadari bahwa kebiasaan membaca memiliki dampak yang luar biasa bagi perubahan hidup seseorang dan suatu bangsa sehingga pemerintah Indonesia kini menggalakkan program ‘Gerakan Literasi Nasional’.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan bahwa kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, dan komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan global.
Anomali Perkembangan Teknologi
Salah satu faktor kendala minimnya perwujudan budaya literasi di Indonesia adalah perkembangan teknologi yang semakin canggih. Penerapan budaya literasi dengan media cetak (buku, majalah, dan sebagainya) kini sudah mulai berkurang. Sebab seseorang ingin melakukan budaya literasi secara mudah dan efisien, salah satunya dengan media sosial.
Penerapan budaya literasi melalui media sosial merupakan bagian dari penerapan dari salah satu jenis 6 literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum tahun 2015, yaitu ‘Literasi Digital’. Keberadaan media sosial sejatinya sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi serta sumber pengetahuan yang dibutuhkan oleh seseorang.
Namun disisi lain, media sosial juga memiliki dampak negatif apabila digunakan dengan tujuan menyebarkan berita hoax atau ujaran kebencian. Apalagi kini anak-anak juga sudah banyak yang menjadi pengguna media sosial sehingga sangat rawan terjadi. Dan pastinya akan menghambat perkembangan pola pikir dan menurunya moralitas anak.
Tidak bisa dipungkiri dengan perkembangan teknologi yang canggih, ternyata banyak orang mempergunakan media sosial melalui salah satu media yang praktis dan mudah dibawa, yaitu gawai atau gadget. Dan kini hampir semua orang memilikinya, bahkan anak-anak.
Penggunaan gadget banyak memiliki manfaat, terutama dalam hal yang mendidik. Dimana kini gadget di dalamnya sudah dilengkapi dengan fitur aplikasi sumber belajar yang dapat dipelajari secara mandiri bagi anak. Disisi lain, keberadaan gadget kini hampir meninggalkan budaya literasi dengan media cetak (buku) di Indonesia. Seseorang lebih suka bermain dengan gadget daripada membaca buku. Penggunaan gadget juga sangat berdampak negatif terutama bagi anak sehingga membuat mereka menjadi ‘pecandu gadget’.
Jika anak sudah menjadi pecandu gadget, orang tua tentu akan lebih susah dalam mengendalikan kegiatan anak, terutama belajar di rumah. Selain itu, kecanduan gadget juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak, radiasi, obesitas, serta agresif. Kemungkinan lain kecanduan gadget akan berpengaruh anak menjadi stres dan merasa minder, atau bahkan depresi.
Kian berkembangnya teknologi, semestinya seorang anak perlu mempelajari teknologi terlebih dahulu dengan adanya pendampingan dan pengawasan, terutama orang tua. Orang tua perlu mengontrol segala kegiatan anak dalam penggunaan gadget di rumah sehingga dapat meminimalisir dampak buruk yang bisa saja terjadi bagi anak.
Penguatan Peran Orang Tua
Perlu kita disadari bahwa sejatinya gerakan literasi dimulai dari keluarga, bukan dari sekolah. Keluarga merupakan tempat berkumpulnya orang tua dan anak di rumah. Disinilah peran keluarga sebagai salah satu pelaku pendidikan dalam mengembangkan budaya literasi. Dalam konteks pendidikan, keluarga dalam hal ini orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak.
Perwujudan budaya literasi bagi keluarga bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan. Hal yang paling utama dibangun adalah adanya kesadaran dan rasa butuh terhadap pentingnya budaya literasi keluarga. Sebab jika hal tersebut belum diterapkan secara bertahap, maka akan sulit budaya literasi terwujud. Yang intinya adalah perlunya pembiasaan dan konsistensi dari peran orang tua terhadap anak.
Mencermati berbagai kemungkinan dampak negatif dari perkembangan teknologi saat ini. Peran orang tua perlu lebih ketat dalam melakukan pengawasan kegiatan anak, terutama dalam penggunaan gadget. Salah satunya dengan sering mengontrol fitur aplikasi gadget yang telah dijalankan oleh anak. Selain itu, orang tua juga perlu membatasi waktu bagi anak dalam penggunaan gadget, maksimal 3 jam dalam sehari.
Membudayakan literasi keluarga, dalam hal ini membaca melalui media buku ternyata tidaklah mudah untuk diterapkan. Apalagi jika anak sudah menjadi pecandu gadget, tentunya mereka disuruh untuk membaca sangat susah.
Keluarga sebagai lingkungan pertama berinteraksinya seorang anak sangat berperan dalam menumbuhkembangkan minat baca anak. Orang tua mempunyai peranan yang lebih besar dalam meningkatkan minat baca anak daripada guru di sekolah, karena orang tua mempunyai kedekatan emosional terhadap anak. Ada beberapa langkah tepat yang perlu diterapkan orang tua dalam rangka mewujudkan budaya literasi keluarga, antara lain :
- Biasakan orang tua membaca buku di depan anak
Seorang anak mudah sekali meniru kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua, yang diistilahkan dengan impriting. Kegiatan orang tua perlu diperhatikan agar anak mudah melaksanakan kebiasaannya sesuai dengan apa yang orang tua suruh, terutama dalam kebiasaan membaca buku. Orang tua mempunyai peranan yang dominan karena efek kedekatannya dengan anak, maka tidak salah apabila orang tua dicontoh perilakunya oleh anak. Anak akan melihat kebiasaan orang tuanya membaca dan anak akan meniru bagaimana orang tua melakukan hal itu.
Menurut Stephen R. Covey, orang tua merupakan model atau panutan anak-anaknya. Orangtua memengaruhi secara kuat sekali dalam hal keteladanan bagi sang anak. Baik hal positif ataupun negatif, orang tualah yang pertama dan terdepan yang dijadikan teladan oleh anak.
- Lengkapi sarana membaca di rumah
Sarana penunjang membaca bari anak di rumah memang dinilai sangat penting, baik ruang baca maupun ketersediaan buku bacaan. Apalagi bagi anak yang sulit sekali belajar di rumah, tentu diperlukan sarana khusus agar mereka lebih tertarik untuk membaca.
Ruang baca yang tidak harus luas, mewah, serta ketersediaan buku juga tidak harus mahal. Tentu membutuhakn berbagai kreativitas orang tua dalam menyediakan sarana belajar anak. Misalnya ruang baca perlu didesain dengan adanya penataan rak buku yang menarik, adanya kreasi warna dan asesoris ruang baca, serta lampu penerangan yang cukup sekiranya tidak membahayakan si anak.
- Buatlah jadwal wajib baca bagi anak
Orang tua perlu membuat jadwal khusus bagi anak waktu yang tepat dan konsisten untuk membaca. Misalnya waktunya 2x sehari yaitu setiap subuh dan petang hari dan waktunya cukup 10 – 15 menit. Sekiranya anak tidak cepat merasa lelah dan bosan serta anak juga dapat secara rutin dalam membaca buku setiap hari. Disinilah konsep pembiasaan dan konsistensi anak dalam mewujudkan minat baca.
- Sering ajak anak pergi ke perpustakaan atau toko buku
Orang tua perlu sering mengajak anak untuk mengunjungi ke perpustakaan, baik yang ada di lingkungan masyarakat, desa, maupun perpustakaan daerah. Selain itu juga perlu mengajak anak berkunjung ke toko buku/bazar buku meski hanya sekedar melihat-lihat saja. Hal ini dilakukan sembari rekreasi keluarga misal 2 minggu sekali sehingga langkah awal anak akan merasa senang dengan adanya berbagai variasi buku yang lengkap. Sehingga akan mendorong anak agar dapar memilih buku yang mereka sukai.
- Beri reward anak dalam bentuk buku
Pemberian reward (penghargaan) dalam bentuk buku kesukaan atas prestasi yang telah diraih anak sejatinya perlu diterapkan. Reward bagi anak perlu diwujudkan sebagai motivasi anak agar selalu meningkatkan prestasi belajar dan juga mewujudkan minat baca.
Disinilah peran penting orang tua dalam rangka memberikan pembiasaan membaca buku di rumah secara bertahap serta memberikan pengertian akan pentingnya budaya membaca bagi anak. Sementara pengawasan orang tua dengan perkembangan teknologi juga harus selalu dioptimalkan agar segala kegiatan anak dapat terkontrol dengan baik.
Jika literasi sudah menjadi budaya keluarga, tentunya kecerdasan anak pun akan terbentuk secara optimal. Secara otomatis, Indonesia akan dapat mewujudkan generasi yang kreatif, komunikatif, berpikir kritis, serta memiliki karakter yang diharapkan oleh bangsa.
Oleh : Dedy Iswanto, S.Pd. – Guru SMK Diponegoro Lebaksiu Kabupaten Tegal