Proyeksi Layar HP Ke PC dan Laptop : Screen Mirroring Menggunakan Vysor

Dwi Kustari, S.Sos. BBPMP Provinsi Jawa Tengah   Pengantar Saat melakukan presentasi tentang sebuah aplikasi, terkadang kita dituntut untuk menunjukkan...
Read More

Laporan ULT Bulan Maret 2022

Laporan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Bulan Maret 2022 ULT LPMP Provinsi Jawa Tengah   Jumlah Pengunjung ULT LPMP Provinsi Jawa...
Read More

Release Update ARKAS V 3.3

Pada Tanggal 21 April 2022 Aplikasi arkas update Release Update ARKAS V 3.3. Berikut adalah listperbaikannya: 1. Penyesuaian tarif PPn...
Read More

Bimtek Platform Merdeka Belajar dan IKM bagi Pengawas Angkatan I

Semarang-LPMP Jateng.  Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Tengah melaksanakan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar dan Implementasi Kurikulum Merdeka...
Read More

Malu

Slamet Trihartanto

Pernahkah Anda tertarik mempersoalkan makna kata malu? Tahukah Anda bahwa sikap malu adalah sebagian dari Iman? Agar tidak salah dalam menggunakan kata malu, yuk pahami dan gunakan kata malu secara benar. Biar nggak malu-maluin diri sendiri!

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, malu merupakan kata sifat yang menjelaskan kata benda atau pengganti kata benda. Berikut saya kutipkan makna malu: 1 merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya): ia – karena kedapatan sedang mencuri uang; aku – menemui tamu karena belum mandi; 2 segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut, dan sebagainya: murid yang merasa bersalah itu – menemui gurunya; tidak usah – untuk menanyakan masalah itu kepada ulama; 3 kurang senang (rendah, hina, dan sebagainya): ia berasa – berada di tengah-tengah orang penting itu; –bertanya sesat di jalan (–berdayung perahu hanyut;  — makan perut lapar) pb kalau tidak mau berikhtiar, tidak akan mendapat kemajuan; –kalau anak harimau menjadi anak kucing, pb tidak sepatutnya kalau anak orang baik-baik atau pandai menjadi jahat atau bodoh; — tercoreng pada kening, pb malu yang tidak dapat dihilangkan lagi karena sudah diketahui orang banyak; tidak tahu –, ki tidak bermalu; tidak pernah merasa malu.

Tentu Anda tahu bahwa kata malu, memiliki beberapa kata bentukan, misalnya: malu-malu, pemalu, memalukan, mempermalukan, dan kemaluan. Yang menarik adalah frasa bentukan budaya malu. Frasa itu telah menjadi jargon bagi banyak sekolah, instansi pemerintah dan perusaahaan swasta dalam upaya menumbuhkembangkan etos kerja. Sebagai suatu istilah, budaya malu memiliki makna khusus. Budaya malu dimaksudkan sebagai pembiasaan untuk melaksanakan kebaikan dan menjauhkan dari perbuatan yang buruk. Budaya malu itu mengajak orang untuk malu terlambat masuk kerja, malu pulang sebelum waktunya, malu menyontek karya orang lain, malu menerima gratifikasi, malu berpenampilan norak, malu rajin menuntut hak tapi abai kewajiban, dan sebagainya.

Menilik makna malu sebagaimana tersebut dalam kamus, malu yang telah dibudayakan di berbagai tempat, dan malu menunjukkan kualitas keimanan seseorang semakin meneguhkan bahwa malu merupakan sifat terpuji. Namun, akhir-akhir ini saya melihat terjadinya peyorasi terhadap nilai makna malu. Peyorasi adalah gejala bahasa yang ditandai bergesernya suatu makna kata menjadi memburuk.

Fakta yang sering saya lihat dan dengar adalah ungkapan “Malu datang awal saat rapat atau masuk kerja”. Setangkup dengan ungkapan itu “Malu terlambat pulang dari kantor”. Lebih parahnya, pegawai yang disiplin justru sering dicibir meski dengan gaya bercanda “Wah, pegawai teladan sudah datang”. Lebih mending candaan “teladan” disematkan kepada pegawai yang disiplin saat pulang. Mungkin saja benar mereka bagian dari kelompok “telat mangan edan”. Mereka ingin segera sampai rumah dan makan bersama keluarga.

Selain fenomena “malu datang awal dan malu terlambat pulang”, ada juga beberapa sikap malu yang tercela atau tidak benar. Tanpa disadari, mungkin kita pernah melakukan malu yang tercela dalam keseharian, misalnya:

  1. Malu mengajak orang lain dalam kebaikan.
  2. Malu menasihati teman, saudara, bahkan orang tua sendiri yang berbuat keburukan.
  3. Malu berbicara dan bertindak yang benar.
  4. Malu bertutur, bertindak, dan berpenampilan sesuai norma kepatutan yang berlaku.
  5. Malu mengungkapkan pendapat padahal pendapatnya sangat bermanfaat bagi sesama.

Akhir kata, MARKIMAL: Mari kita malu!  Yuk, semaikan budaya malu di lingkungan kerja kita. Jauhi malu yang tercela, gunakan malu yang terpuji dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

iklan